Makalah Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Islam

Kondisi Arab Sebelum Islam

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
       Lahirnya kebudayaan dan pertumbuhan islam tidak bisa di pisahkan dari kebudayaan yang berkembang sebelumnya di makkah, karena sebagai sebuah kebudayaan Islam, Islam dikemas dari kebudayaan yang sudah ada dan berkembang sebelumnya, begitu juga dengan perkembangan kebudayaan Islam berikutnya.
      Kemunculan kebudayaan Islam ini terkadang memang dikatakan muncul dimulai dengan pengangkatan Rasulullah, akan tetapi pendapat ini seakan menghapuskan nilai-nilai yang telah ada dalam diri Rasulullah sebelum ia diangkat menjadi rasul. Adapun perjuangan yang dicapai Rasulullah dalam mendakwahkan ajaran agama islam kepada penduduk zaman itu sangatlah tidak mudah dan butuh strategi dan perjuangan yang luar biasa. Mulai beliau diangkat menjadi rasul sampai terjadinya peperangan melawan kaum kafir quraisy.

B. Rumusan Masalah
     1. Bagaimana Kondisi Masyarakat Arab Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad SAW?
     2. Bagaimana Misi Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Mekah?
     3. Apa Saja Metode Dakwah Yang Digunakan Rasulullah SAW Dalam Menegakkan Islam di  
         Mekah?

BAB II
PEMBAHASAN


A. Situasi Mekah Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad SAW
       Nabi Muhammad SAW lahir situasi masyarakat Mekah dan sekitarnya pada saat itu sedang mengalami zaman kegelapan. Masyarakat Mekah kehilangan kendali, tidak ada panutan yang dapat meuntun kearah kebaikan, adanya hanyalah kehidupan jahiliya. Perilaku masyarakat senantiasa bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Tidak ada yang menyembah Allah. Masa itu lebih dikenal dengan zaman jahiliyah, yakni zaman kebodohan atau kegelapan terhadap kebenaran. Tatanan sosial dan akhlak tidak berjalan semestinya, yang ada hanyalah kehidupan rimba, yang kuat senantiasa menindas yang lemah, kaum wanita menjadi sasaran tindak kejahatan, dan masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada masa itu. Dalam situasi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad dilahirkan dan pada saatnya akan menjadi pemimpin umat yang mampu membawa peradaban manusia ke arah kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.
        Nabi Muhammad SAW adalah keturunan bangsawan Quraisy, ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusai bin Kilab Murrah dari golongan Arab Bani Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Kilab bin Murrah. Dilihat dari silsilah keturunan, antara ayah dan ibu Nabi Muhammad SAW keduanya berasal dari keturunan bangsawan dari kabilah Arab. Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan yatim, ayahnya yang bernama Abdullah meninggal di kala Nabi Muhammad SAW dalam kandungan ± 7 bulan. Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 M. Disebut Tahun Gajah karena pada saat kelahiran Nabi Muhammad bersamaan dengan peristiwa pemberontakan yang dipimpin oleh Abrahah dengan segenap pasukannya dengan tujuan untuk menghancurkan Kakbah. Pada saat itu Abrahah mengendarai gajah. Sehingga tahun tersebut lebih dikenal dengan tahun gajah. Namun Allah menghadangnya dengan mengirim pasukan burung ababil nntuk menghancurkan pasukan Abrahah sehingga penyerangan Ka'bah mengalami kegagalan, kondisi Ka'bah tidak mengalami kerusakan. Anda tentu pernah mendengar bahwa tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal juga dengan “Tahun Gajah”. Sebuah Istilah yang terkait dengan aksi penyerangan terhadap Makkah oleh Abrahah, penguasa Ethiopia di daerah Yaman. Kisah ini dimulai dengan ambisi Abrahah untuk membangun sebuah Gereja Besar di kota Shan’a. Sebuah bangunan yang tak tertandingi kemegahannya pada saat itu. Abrahah sendiri memberi nama Gereja itu “Qullais”. Pendirian bangunan ini ternyata bertujuan untuk mengalihkan perhatian orang-orang arab dari Ka’bah yang sudah mereka muliakan selama berabad-abad. Dari surat yang dikirimkan Abrahah kepada Raja Ethiopia (Habasyah) diketahui bahwa Abrahah berharap Qullais bisa mengalahkan pengaruh Ka’bah pada jaman itu. Ketika mendengar hal itu, seorang diantara kabilah Bani Fuqaim bin ‘Adiy bin ‘Amir bin Tsa’labah bin Al-Harits bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar tidak dapat menahan amarahnya. Secara diam-diam orang tersebut masuk ke dalam Qullais lalu buang air besar didalamnya dan mengotori bagian penting bangunan itu dengan tinja. Ketika Abrahah mendengar peristiwa itu dia marah besar dan bersumpah akan menghancurkan ka’bah. Ia menyiapkan sebuah pasukan besar diperkuat oleh beberapa puluh ekor gajah lalu berangkat sendiri memimpin pasukannya menuju Makkah.          
        Dalam Perjalanan menuju Makkah, Abrahah mendapatkan perlawanan dari Pasukan Dzu Nafar dan pasukan lain dibawah pimpinan Nufail bin Hudaib namun semuanya dapat dipatahkan dan keduanya berhasil ditawan oleh Abrahah dan dijadikan penunjuk jalan menuju ke Makkah. Sesampainya di daerah Al- Mughammis, Abrahah mengutus Al- Aswad bin Maqshud berangkat ke Makkah. Dalam melaksanakan tugas ini mereka merampas kekayaan penduduk Tihamah (orang-orang Qurays dan lain-lain), termasuk 200 ekor Unta milik Abdul Mutthalib bin Hasyim (Kakek Nabi Muhammad SAW) yang ketika itu berkedudukan sebagai tokoh pimpinan Qurays. Kabilah-kabilah di sekitar Makkah bangkit hendak melakukan perlawanan, namun setelah menyadari kekuatan mereka tak seimbang akhirnya mereka mengurungkan niatnya.      Sesampainya di Makkah, Abrahah mengutus Hunathah al Hymyariy untuk memberitahu pesan Abrahah : Bahwa Abrahah tidak datang bermaksud memerangi penduduk Mekkah, Melainkan hendak menghancurkan Ka’bah. Apabila mereka tidak melawan maka Abrahah tidak akan menumpahkan darah mereka. Kalau pemimpin Mekkah benar-benar tidak akan memerangi Abrahah, sebaiknya datang menghadap. Setelah mengetahui bahwa pemimpin Mekkah adalah Abdul Mutthalib, Hunathah segera menemuinya dan menyampaikan pesan itu. Abdul Muthallib menjawab: “ Kami tidak berniat memerangi Abrahah karena kami tidak punya kekuatan untuk itu. Rumah Suci itu (Ka’bah) adalah milik Allah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim alaihissalam. Jika Allah hendak mencegah penghancuran yang hendak dilakukan oleh Abrahah itu adalah urusan Pemilik rumah suci itu, tetapi jika Allah hendak membiarkan Rumah sucinya itu dihancurkan orang maka kami tidak sanggup mempertahankannya”. Mendengar jawaban seperti itu, Hunathah kemudian mengajak Abdul Mutthalib menemui Abrahah. Abdul Mutthalib disambut ramah oleh Abrahah. Melalui penterjemahnya Abrahah bertanya mengenai keperluan Abdul mutholib. Abdul mutthalib mengatakan bahwa ia datang hendak menuntut pengembalian 200 ekor untanya yang dirampas pasukan Abrahah. Abrahah heran dan kembali bertanya:” sebenarnya aku kagum melihat anda, tetapi kekagumanku itu hilang samasekali setelah tuan berbicara mengenai unta. Apakah patut orang seperti tuan lebih mengutamakan pembicaraan mengenai pengembalian unta yang telah kurampas daripada berbicara mengenai Ka’bah yang menjadi Syiar agama tuan dan agama nenek moyang tuan. Aku datang untuk menghancurkannya tetapi tuan tidak berbicara mengenai itu”. Abdul Mutthalib menjawab:” Akulah yang mempunyai untaunta itu, sedangkan Ka’bah mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan mencegah dan mempertahankannya”. Abrahah menantang:” Tidak ada sesuatu yang dapat mencegah kemauanku”. Abdul Mutthalib menjawab:” Silakan tuan lakukan…” Setelah  mendapatkan kembali unta-untanya, Abdul Mutthalib kembali ke Makkah dan meminta semua penduduk Makkah untuk pergi berlindung ke pegunungan guna menghindari aksi kekejaman Pasukan Abrahah. Sebelum keluar meninggalkan Mekkah, Abdul Mutthalib menghampiri Ka’bah dan sambil berpegang pada gelangan besi pintunya ia berdo’a bersama beberapa orang Qurays lainya, mohon kepada Allah supaya melindungi keselamatan Ka’bah. Setelah itu mereka pergi mengungsi ke pegunungan menunggu apa yang hendak dilakukan Abrahah pada   saat memasuki kota tersebut. Keesokan harinya, Abrahah sudah siap siaga bersama pasukannya. Abrahah menunggang gajah kesayangannya yang diberi nama “Mahmud”. Ketika semuanya sudah siap, Nufail bin Hudaib membisikkan pada telinga Mahmud :” Hai Mahmud, bersimpuhlah. Atau pulang kembali ke tempat asalmu (Yaman). Ketahuilah bahwa engkau sekarang berada di tanah suci”. Sesaat setelah Nufail pergi, Mahmud bersimpuh dan tidak mau berdiri jika dihadapkan ke arah Ka’bah. Begitu juga gajah-gajah yang lain. Meski mereka dipukul tetap tidak mau berdiri kecuali jika dihadapkan ke arah Yaman mereka langsung bangkit dan berlari. Dalam keadaan yang membingungkan itu Allah mengirimkan ribuan burung kecil yang membawa tiga buah batu sebesar biji gandum, satu buah di paruhnya dan dua buah di kedua kakinya. Ternyata batu itu berhasil membinasakan bagi siapa saja yang tertimpa bati itu. Mereka yang selamat lari tunggang langgang mencari jalan untuk pulang ke Yaman, sementara Abrahah termasuk yang terkena batu tersebut dan meninggal dengan mengenaskan. Jari-jari tangan dan kakinya rontok dan mengeluarkan darah dan nanah dari kepalanya. Abrahah dibawa pulang oleh pasukannya yang tersisa. Berdasarkan riwayat yang berasal dari Ya’kub bin Utbah, Ibnu Ishaq mengatakan, pada tahun itu pertama kali di negeri arab terjadi wabah penyakit Morbili dan cacar basah. Setelah Muhammad SAW diangkat menjadi Rosul, peristiwa ini diabadikan kembali oleh Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-Fiil. Saat penyerangan inilah Aminah binti Abdul Wahab melahirkan Muhammad SAW ketika akan mengungsi.
       Pada malam kelahiran Muhammad SAW tampak berbagai tanda-tanda luar biasa. Diantara kejadian itu adalah:
1. Bumi digoncang gempa hingga berhala yang terpancang diatas Ka’bah runtuh bergelimpangan.
2. Beberapa buah Gereja dan Biara runtuh
3. Istana Kisra di Persia retak dan roboh.
4. Disusul oleh padamnya api sesembahan kaum majusi di Persia. Dengan padamnya api sesembahan mereka yang tidak pernah terjadi sebelumnya, mereka cemas dan sedih, semuanya menduga bahwa semua tanda yang mereka saksikan itu pasti menunjukkan peristiwa besar di dunia.

B. Misi Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Mekah
        Secara historis, perjalanan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa misi risalah langit, terbagi dalam tiga periode: 
1. Periode pra kerasulan
2. Periode kerasulan
3. Pasca-kerasulan. 

        Kehadiran nabi Muhammad SAW, identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab, khususnya orang-orang Mekah. Para sejarawan, baik Islam maupun non-Islam tidak berbeda dalam melukiskan keberadaan mereka. Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Islam secara sosiopolitis mencerminkan kehidupan derajat yang rendah. Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi ekonomi dan perang antar suku menjadi karakter perilaku mereka. Situasi semacam ini berlangsung sejak para pendahulu mereka mendiami negeri tersebut. Dari aspek kepercayaan atau agama, orang-orang Arab Mekah adalah para penyembah berhala. Tidak kurang dari tiga ratus berhala yang mereka anggap sebagai Tuhan atau pelindung manusia. Berangkat dari kondisi inilah dalam sejarah dicatat bahwa Muhammad sering melakukan kontemplasi (‘uzlah), untuk mendapatkan suatu jawaban apa dan bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab. Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di Gua Hira, akhirnya Muhammad mendapat suatu petunjuk dari Allah melalui Malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat Arab Mekah. Dari sinilah, awal sejarah pernyebaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan ajaran Islam dimulai.
         Para Nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, dilihat dari pendekatan visi dan misi, dapat dibagi ke dalam dua bagian, pertama, Nabi yang hanya membawa doktrin teologis semata dan Nabi yang membawa doktrin teologis sekaligus membawa doktrin politis. Doktrin teologis adalah doktrin yang menekankan substansi moral dalam mempersatukan ideal moral manusia dengan ideal moral Tuhan tanpa melakukan perubahan sosial politik sebagai bagian dari proses ideal moral tersebut, sedangkan doktrin teologis politis adalah doktrin yang mengedepankan ajakan moral sekaligus berusaha melakukan perubahan sistem untuk menata institusi-institusi sosial dan politik.
        Para nabi yang tergolong pembawa doktrin teologis politis ini, di antaranya adalah nabi-nabi yang bergelar Ulul ‘zmi. Nabi Muhammad SAW termasuk bagian ini karena ia, selain mengajarkan nilai-nilai Islam yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat aksentis (keakhiratan), juga berusaha beserta umatnya menata kekuatan untuk mengambil alih peran kepemimpinan dan pemerintahan orang-orang Quraisy. Peran ini sangat dominan, terutama pada saat nabi berada di Madinah.[6]

C. Metode Dakwah Rasulullah SAW dalam Menegakkan Islam di Mekah
        Pada awal periode Mekah, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Perintah untuk memulai dakwah secara sembunyi-sembunyi itu ditandai dengan turunnya wahyu kedua yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7:
Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”(QS. Al-Muddatstsir:1-7)[7]
         Pertama-tama beliau melakukannya di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya.  Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah  yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada nabi dan masuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah secara diam-diam ini, belasan orang telah memeluk agama Islam. Kurang lebih selama tiga tahun mereka melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi.[8]
        Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorangpun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Ku bawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Namun mereka semua menolak kecuali Ali.[9]
        Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan dengan turunnya surat al Hijr : 94-95, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.
 Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. Al-Hijr : 94-95). [10]
        Ini berarti Rasulullah dan para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan). Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeru seluruh masyarakat.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum secara terang-terangan (dakwah terang-terangan). Baik dari golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Serta menyeru kepada orang-orang dari berbagai negeri untuk menunaikan ibadah haji. Jumlah pengikut Nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka membaja.
        Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu.[11] Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib yang berarti sangat tidak mereka inginkan.
        Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara kaum bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang mengakar pada bangsa Arab. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
        Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena Rasulullah dan para sahabat tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan manusia jahiliyah. Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara gamblang : “sesunggunya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam.” (QS Al-anbiya’ : 98).  al Qur’an juga menyerang praktek riba yang telah turun temurun mewarnai kehidupan jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa riba agar dapat menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah apapun di sisi Allah.” (QS Ar-Rum : 39), demikian juga dengan kecurangan2 dalam takaran yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS Al-Mutaffifin : 1-3).  Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
        Ketika kaum Quraisy bertambah gencar dalam melancarkan tantangan kepada Nabi dan ara sahabatnya, paman Rasul yaitu Abu Thalib tidak tinggal diam, karena beliau sangat menyanyangi Nabi Muhammad SAW. Diantara orang-orang yang paling bengis memusuhi beliau adalah paman beliau sendiri. Yaitu Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil, atau yang oleh Al qur’an disebut dengan nama Hammalat al-Hathab (pembawa kayu bakar). Di tengah cobaan yang sangat berat tersebut, datanglah kabar gembira akan kemenangan dari Madinah. Hal ini terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj datang ke Mekkah untuk berhaji. Kemudian Rasulullah mendatangi mereka, berdakwah kepada mereka dan merekapun akhirnya masuk Islam. Setelah selesai melaksanakan haji dan mereka kembali ke Madinah, mereka menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Sejak saat itu cahaya Islam mulai muncul di Madinah.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
          Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah / 570 M. Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW dipersiapkan secara fisik maupun mental oleh Allah SWT melalui berbagai ujian dan kesulitan hidup yang dialami semenjak kecil hingga dewasa. Pada periode Makkah Muhammad berkonsentrasi terlebih dahulu untuk memperbaiki tauhid penduduk Makkah yang pada saat itu masih menyembah berhala dan masih setia pada ajaran nenek moyang mereka. Islam membawa perubahan di Makkah setelah Muhammad membawa ajaran-ajaran Islam yang memperbaiki moral mereka dalam beragama. Kesabaran, ketabahan, kegigihan dan semangat pantang menyerah dalam menghadapi segala tantangan akhirnya membawa Muhammad SAW mencapai puncak kesuksesan dalam dakwahnya. Dalam menyampaikan dakwahnya, beliau awalnya menggunakan metode dakwah secara sembunyi-sembunyi, lalu diperintahkan Allah SWT untuk menyampaikan Islam dengan dakwah secara terang-terangan dan terbuka.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2007.
‘Athiyyah Muhammad, Keagungan Muhammad Rasulullah, Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 1985.
Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Teras, 2011.
Ramadan Tariq, Muhammad Rasul Zaman Kita, Jakarta, Ikrar Mandiriabadi, 2007.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2008..
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003.

Referensi
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 60-61
[2] http://kholisnurkholis17.blog.com/2013/02/08/dakwah-nabi-muhammad-saw-pada-periode-mekah-dan-madinah/ diakses 13 Desember 2014 pukul 11.42
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 62-63
[4] Tariq Ramadan, Muhammad Rasul Zaman Kita, (Jakarta : Ikrar Mandiriabadi, 2007), hlm. 66-67
[5] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 63
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 62-63

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Islam"

Post a Comment

Silahkan komentar dengan baik