Kisah Inspiratif

Hasil gambar untuk man jadda
Pada zaman dahulu, di desa Mulyorejo, sebuah desa kecil di kecamatan Balen Bojonegoro, ada seorang santri yang bernama Muslih. Nama yang sangat asing pada masa itu, seperti halnya sepak terjangnya yang juga langka. Ketika para teman sejawatnya sibuk bermain dan setelah itu bekerja, dia malah mengambil jalan lain, yaitu pergi mondok (pergi menuntut ilmu agama di rumahnya kyai). Konon dialah orang yang pertama kali mondok di daerah tersebut. Kamagung nama pondok yang ia tuju. Dulu pondok tersebut tidak jauh dari makam sunan Bonang.
Perekonomian keluarga yang tidak mendukung, bekal untuk makan sehari-hari saja sulit apalagi membeli hal-hal lain yang berbau kemewahan. Akan tetapi tekadnya sangat kuat dan bulat untuk menuntut ilmu agama. Dan akhirnya ia berangkat mondok hanya berbekal CENGKIR (kencenge piker)  dan beberapa potong tales rebus yang diberikan kakaknya. Itupun dirampas oleh perampok di tengah jalan. Kemudian ia tetap berangkat hanya dengan bermodal BONEK alias bondo nekat.
Ratusan kilometer mulai dari desanya sampai pesisir Tuban dilewatinya dengan berjalan kaki sendirian dan hanya ditemani oleh satu teman, yaitu ketekadannya yang bulat untuk menuntut ilmu agama. Ketika sudah sampai di pondok pesantren, ia menghidupi kehidupannya dengan menggunakan waktu luangnya untuk membantu orang yang tinggal di sekitar pesantren dan hanya diberi beberapa upah saja. Upah tersebut digunakannya untuk membeli kitab, buku, pena dan peralatan belajar yang lain. Sedangkan untuk urusan perut ia atasi dengan berpuasa.
Setiap hari, seusai shalat ashar, sebelum berangkat mengaji, ia membungkus segenggam karak (nasi yang dikeringkan) dalam kain, kemudian merendamnya dalam air dan saat tiba waktunya berbuka, ia mengambil karak tersebut yang sudah lunak dan memakannya. Satu genggam itu adalah jatah untuk sehari semalam. Jadi, ia hanya makan satu kali saja.
Kehidupan seperti ini dijalaninya dengan sabar, sampai bertahun-tahun lamanya. Hingga beliau memperoleh ilmu yang sangat luas dan benar-benar menjadi orang alim. Jiwanya sungguh bersatu dengan ilmu.salah satu sikapnya yang mencerminkan hal ini adalah kesabarannya yang luar biasa. Suatu ketika beliau memergoki seorang pencuri yang tidak lain adalah tetangganya sendiri, yang sedang asyik memetik terong di kebunnya. Melihat hal itu dia diam saja dan sama sekali tidak marah. Dengan santai beliau mendekatinya. Ketika jarak sudah dekat, si maling kaget bukan kepalang dan lari terbirit-birit. Beliau tidak marah sama sekali dengan sikap si maling tersebut, bahkan satu karung terong yang sudah dipetiknya dan ditinggalkan dibawa pak kyai tersebut ke rumah si maling. Dengan polos beliau berkata “sudah dipetik kok ditingal, jadi saya anter kesini”. Sungguh si maling malu bukan kepalang melihat kesabaran dan sikap pemaaf beliau.
Dari kisah ini, dapat diambil beberapa hikmah :
1.      Seseorang yang mempunyai tekad dalam menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalan baginya. Sebagaimana sabda Rasul :
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا اِلَى طَلَبِ الْعِلْمِ سَهَّلَهُ اللهُ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةِ
Barang siapa menelapakkan kakinya ke jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan ke surga.
Jalan ke surga saja yang begitu sulit, dimudahkan oleh Allah, apalagi jalan dunia, yang notabene lebih rendah derajatnya dari pada akhirat.
2.      Harta bukanlah hal yang menghalangi kita untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Jika kita punya niat dan tekad pasti mendapatkan apa yang diinginkan (man jadda wajada artinya barang siapa bersungguh-sungguh pasti dia akan mendapatkan perkara yang diinginkan)
3.      Kekayaan, pangkat dan semua hal yang berhubungan dengan dunia bukanlah tujuan kita mencari ilmu. Seperti yang dilakukan banyak siswa di zaman yang modernisasi dan matrealisasi. Mereka sekolah hanya untuk mencari pekerjaan, mendapatkan uang, pangkat, dll. Coba renungkan ilmu itu adalah hal yang ukhrowi, yang nantinya akan menyelamatkan kita dari siksa akhirat, mengapa ditukar dengan perkara-perkara yang duniawi, yang sepele bak bangkai anjing yang menginginkannya hanyalah lalat-lalat. Jangan sampai kita terbujuk oleh rayuan syaithon yang setiap harinya memoles ukhrowi dengan duniawi dan duniawi dengan ukhrowi. Seakan-akan mereka dapat pahala akan tetapi kelak diakhirat, bukan pahala yang diraih tetapi siksaan. Rasululloh bersabda :
كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ اَعْمَالِ الدُّنْيَا وَ يَصِيْرُ بِحُسْنِ النِّيَّةِ مِنْ اَعْمَالِ الْاَخِرَةِ وَ كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ اَعْمَالِ الْاَخِرَةِ ثُمَّ يَصِيْرُ مِنْ اَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِّيَّةِ
Banya sekali amal yang berbentuk amal dunia (tidur, makan, bekerja, dll)  dan dapat menjadi amal akhirat (amal yang mendapatkan pahala) dengan benarnya niat dan banyak sekali amal yang berbentuk amal akhirat (shalat, puasa, shodaqoh, dll) kemudian menjadi amal dunia (tidak mendapatkan pahala) sebab salahnya niat.
4.      Tujuan akhir dari menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, supaya pemiliknya semakin taat dan taqwa kepada-Nya. Itulah tanda dari ilmu yang manfaat, semakin hari semakin dekat pada Allah dan semakin takut akan siksaan Allah.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Inspiratif"

Post a Comment

Silahkan komentar dengan baik