فمن ادابه الانصاف, قال الامام ابن عبد
البر رحمه الله من بركة العلم و ادابه الانصاف. و قال الامام مالك رحمه الله ما في
زماننا اقل من الانصاف. قال الدميري هذا في زمان مالك, فكيف بهذا الزمن؟ اي وما
بعده الذي هلك فيه كل هالك. ومن امثلة الانصاف أن امرة ردت
علي عمر رضي الله عنه و نبهته علي الحق و هو في خطبته على ملاء من الناس فقال :
امرأة أصابت و أخطأ رجل. وسأل رجل عليا كرم الله وجهه فأجاب فقال : ليس كذلك يا
امير المؤمنين و لكن كذا و كذا, فقال أصابت و أخطأت.
“Termasuk adab seorang guru adalah Inshof
(Adil). Imam Ibnu Abdi al-Bar berkata “Termasuk barakahnya ilmu dan adabnya
ilmu adalah obyektif”. Imam Malik berkata : “Di zaman kita ini, tidak ada yang
lebih langka dibanding Inshof (Obyektif). Imam Damiri berkata : Hal ini
(sifat paling langka adalah obyektif) pada masa Imam Malik, bagaimana pada masa
sekarang? Yakni masa sekarang dan masa setelahnya yang telah dipenuhi dengan
kerusakan. Diantara contoh sikap obyektif adalah sebuah cerita yang pernah
terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khottob dan Ali bin Abi Tholib “ada seorang
wanita yang membantah pernyataan Umar dan mengingatkan beliau mana yang benar,
padahal ketika itu beliau sedang berkhutbah di hadapan banyak orang,. Namun,
beliau berkata “wanita ini benar dan laki-laki ini (dirinya sendiri) salah”.
“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Khalifah Ali bin Abi Tholib dan
beliau sudah menjawabnya. Kemudian, ada seseorang yang berkata “Bukan begitu
wahai Amirul Mu’minin, tetapi begini dan begini”. Maka beliau
berkomentar “Kamu benar dan aku keliru.”
Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat
76 :
فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ
اَخِيْهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ اَخِيْهِ كَذلِكَ كِدْنَا لِيُوْسُفَ
مَا كَانَ لِيَأْخُذَ اَخَاهُ فِي دِيْنِ الْمَلِكِ اِلَّا اَنْ يَشَاءَ اللهُ نَرْفَعُ
دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ وَفَوْقَ كُلِّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ (يوسف : 76)
Artinya
: “Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa)karung
saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan (piala raja) itu dari karung
saudaranya. Demikianlah kami mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat
menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya.
Kami mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki. Dan diatas orang yang
berpengetahuan ada yang lebih mengetahui. (Q.S. Yusuf : 76)
Dalam
cerita dan ayat tersebut dapat diambil pelajaran, bahwa seseorang khususnya guru
harus memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir dan berpendapat. Pemberian
waktu akan meningkatkan refleksi dan pengembangan pemikiran peserta didik
sehingga dia mendapatkan keilmuan yang lebih jauh dan mendalam. Seorang guru
tidak boleh egois dalam memberikan pendapatnya dan menganggap bahwa dirinya
yang paling benar di dalam kelas yang diampunya, akan tetapi dirinya harus
memberi kesempatan kepada siapapun yang ada di kelas untuk memberikan sumbangan
pikiran dan ketelitian mereka, sehingga timbul interaksi yang erat antara warga
kelas tersebut.
.
0 Response to "Guru Idola Dalam Islam"
Post a Comment
Silahkan komentar dengan baik